top of page

Kamu tidak sendiri di kelas daring

Updated: Oct 8, 2021


Tidak seperti kelas tatap muka, di kelas daring kesempatan bagi peserta untuk bertanya dan berdiskusi sangat terbatas. Akibatnya jika ada materi yang belum mereka kuasai, maka mereka kesulitan untuk mendapatkan bantuan dari sesama rekannya.

Suasana pembelajaran daring berbeda dengan pembelajaran tatap muka, salah satunya karena para peserta tidak berada di tempat atau ruang yang sama secara fisik. Kadang kala itu menyebabkan rasa cemas, tidak percaya diri, perasaan terasing, dan sendiri. Mereka tidak punya kesempatan bertegur sapa, saling berkenalan, saling berjabat tangan, dan mengekspresikan perasaan pada sesama peserta. Akibatnya tidak mudah untuk membangun dan menciptakan koneksi satu sama lain. Ini hal penting yang harus disadari oleh seorang fasilitator kelas daring.



Hal yang lain, tidak seperti kelas tatap muka, di kelas daring kesempatan bagi peserta untuk bertanya dan berdiskusi sangat terbatas. Akibatnya jika ada materi belum mereka kuasai, maka mereka kesulitan untuk mendapatkan bantuan dari sesama rekannya. Seorang fasilitator dapat mengelola kecemasan tersebut dan menunjukkan dukungan kepada para peserta dalam proses pembelajaran daring dengan berbagai cara. Di bawah ini adalah contoh-contoh yang dapat dipertimbangkan:


1. Struktur, Alur, dan Agenda (Run-down) Pembelajaran yang jelas

Struktur dan alur belajar yang jelas membantu peserta memahami bagaimana proses pelatihan dilakukan tahap demi tahap. Ini juga membantu peserta mempersiapkan diri sebelum memulai kelas. Mereka memahami apa kegiatan yang akan dilakukan, tugas yang akan diberikan, serta referensi yang harus disiapkan untuk tiap sesi dan sesi berikutnya. Mereka bisa menghubungkan antara satu sesi dengan sesi sebelum dan sesudahnya untuk melihat keterkaitannya satu sama lain.


2. Fasilitator tetap dan kehadiran aktif dalam setiap sesi

Pernahkah anda hadir dalam pelatihan daring dimana fasilitator atau instrukturnya berbeda-beda untuk setiap sesi pembelajaran? Bagaimana dampaknya pada peserta? Bagaimana peserta bisa membangun koneksi dan rasa percaya pada fasilitator jika berubah-ubah? Walaupun menggunakan pendekatan belajar orang dewasa, namun peserta membutuhkan kehadiran fasilitator atau instruktur secara tetap atau permanen. Adanya fasilitator tetap bukan hanya membantu memantau kinerja peserta namun juga memberikan kepercayaan, rasa aman dan mengurangi kecemasan peserta jika menghadapi kendala teknis maupun kesulitan substansi. Di dalam pelatihan yang lebih membutuhkan pendekatan afektif (misalnya dengan kelompok survivor), kehadiran fasilitator tetap yang berpengalaman menjadi lebih penting lagi.


3. Menggali dan Membagi pengalaman

Menggali dan membagi pengalaman pribadi adalah salah satu andalan fasilitator yang mengedepankan pendekatan partisipatoris. Semakin dekat dengan pengalaman peserta, maka proses belajar semakin mendapatkan "ruang dalam hati" mereka. Mengundang dan menggali pengalaman peserta akan membuat peserta merasa nyaman dan merasa diterima oleh anggota kelasnya. begitu pula sebaliknya membagikan pengalaman fasilitator akan membantu peserta untuk melihat bahwa fasilitator adalah juga manusia yang memiliki latar belakang yang kompleks, seperti halnya mereka.


Menggunakan kelompok-kelompok diskusi yang lebih kecil terutama di pelatihan daring dengan jumlah peserta yang besar akan membantu mendorong keterlibatan peserta

4. Break-out Rooms

Menciptakan ruang-ruang daring yang berbeda dapat membantu peserta membentuk koneksi atau ikatan dengan peserta lainnya. Ini dapat dilakukan dengan membuat ruang diskusi virtual melalui break-out room. Penggunaan break-out room dapat disesuaikan dengan materi dan penugasan kelompok. Menggunakan kelompok-kelompok diskusi yang lebih kecil terutama dalam pelatihan dengan jumlah peserta yang besar akan membantu mendorong keterlibatan peserta, serta membantu peserta memiliki kesempatan menjawab dan mendiskusikan pertanyaan yang mungkin mereka miliki.


5. Berinteraksi dengan peserta ketika mereka sedang bekerja (individual maupun kelompok)

Ketika peserta bekerja dalam kelompok, jangan segan mengunjungi kelompok satu persatu di dalam break-out room. Banyak fasilitator yang saya temukan, cenderung membiarkan peserta berdiskusi sendiri dan tidak memantau perkembangan di dalam kelas kecil. Kehadiran fasilitator diperlukan bukan hanya untuk melihat performa dan kemajuan diskusi, namun juga memberikan klarifikasi jika ada pertanyaan, memberi dukungan jika ada kendala, atau sekedar berinteraksi untuk memastikan peserta nyaman dengan kelompoknya.


6. Mendorong keterlibatan

Membuat pembelajaran kolaboratif yang menarik bisa mendorong terbentuknya komunitas atau kelompok yang solid. Komunitas tersebut dibangun atas dasar koneksi dan kerjasama dalam tim. Oleh karena itu memilih metode yang bisa melibatkan setiap anggota tim, akan memudahkan terbentuknya komunitas. Beberapa contoh metode yang bisa dipilih antara lain: bermain peran, debat pro-kontra, project bersama, simulasi kasus, dan sebagainya.


7. Membuat tayangan-tayangan video yang dipersonalisasi

Dalam pelatihan sering menggunakan konten digital yang ditayangkan sebagai sarana belajar. Namun berapa banyak konten digital yang dipersonalisasi dengan menghadirkan gambar atau suara fasilitator? Hampir tidak ada. Konten-konten sederhana bisa dibangun oleh fasilitator untuk keperluan selamat datang dan menyambut peserta, menjelaskan tujuan pelatihan dan alur belajar, atau memberikan tips atau ringkasan pembelajaran. Menempatkan wajah atau nama fasilitator atau instruktur secara virtual memungkinkan peserta mengetahui bahwa mereka tidak sendirian dalam kelas virtual.


8. Minta peserta untuk mengajukan satu pertanyaan tentang materi atau topik yang dibahas

Sebelum atau setelah sesi, fasilitator bisa meminta setiap peserta untuk menyiapkan pertanyaan terkait sesi yang dibahas. Pertanyaan atau "burning question" tersebut dapat diposting di LMS atau dikolom chat atau disampaikan secara langsung. Di saat yang sama, fasilitator juga mengundang sesama peserta untuk bisa saling menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut.


9. Memberikan dan Mendengarkan umpan balik kepada peserta

Ciptakan banyak kesempatan bagi peserta untuk mendengar dari fasilitator tentang kemajuan mereka. Sebaliknya, Fasilitator juga dapat mengumpulkan umpan balik peserta untuk meningkatkan konten dan proses pembelajaran. Umpan balik harus dilakukan secara rutin seiring berjalannya pelatihan, dengan menggunakan teknik dan pertanyaan yang berbeda-beda (pertanyaan langsung, kuis, poling, refleksi, dialog, dan sebagainya).


10. Jam kerja Virtual

Menyediakan semacam "jam kantor virtual" untuk peserta agar bisa berkonsultasi dengan fasilitator atau instruktur secara daring akan memberikan indikasi yang jelas bahwa fasilitator memberi waktu khusus bagi peserta. Jam kerja virtual ini juga penting disediakan untuk pelatihan dengan tingkat kompleksitas penugasan ataupun pelatihan dengan durasi panjang yang menggunakan metode kelulusan sebagai syarat mendapatkan sertifikat.





Comments


bottom of page