top of page

Sepuluh Perbedaan: Tatap Muka versus Daring

Updated: Oct 8, 2021

Dengan pembelajaran online, pelatihan dapat dilakukan dari mana saja di dunia. Peserta hanya perlu masuk ke internet dari rumah, kantor, atau bahkan dari sudut warung kecil atau teras kebun.

Pembelajaran Tatap muka merupakan model yang lazim digunakan dalam proses belajar mengajar, baik di dunia akademik, profesional, maupun komunitas. Di dalamnya memungkinkan peserta melakukan interaksi tatap muka secara teratur dengan sesama peserta belajar dan guru, dosen, fasilitator, ataupun instruktur mereka.


Teknologi Informasi dan Komunikasi berkembang begitu cepat seiring melajunya teknologi komputer, demikian pula dampaknya pada dunia pendidikan dan pengajaran. Berkat internet, mereka yang tertarik untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka sekarang memiliki berbagai pilihan yang lebih beragam dan terbuka, dengan menggunakan model pembelajaran daring. Meskipun pembelajaran daring diprediksi sebagai masa depan pembelajaran, namun agaknya masih belum sepenuhnya mampu menggantikan aspek holistik dari pendidikan tatap muka.


Berikut ini saya akan membahas sepuluh perbedaan antara kelas tatap muka dan kelas daring. Silakan menambahkan jika ada hal yang terlewat.


1. Lokasi Geografis

Perbedaan utama antara pembelajaran tatap muka dan daring adalah lokasi. Dengan pembelajaran tatap muka, peserta diharuskan melakukan perjalanan ke lokasi pendidikan atau pelatihan, biasanya ruang kuliah, perguruan tinggi, ruang kelas atau ruang-ruang pertemuan. Di dalam ruang-ruang pertemuan tersebut mereka akan berjumpa secara fisik. Duduk bersebelahan, bercakap-cakap tanpa penghalang, saling bergerak dan berjabat tangan. Dengan pembelajaran online, pelatihan dapat dilakukan dari mana saja di dunia. Peserta hanya perlu masuk ke internet dari rumah, kantor, atau bahkan dari sudut warung kecil atau teras kebun.


2. Waktu Belajar

Yang kedua adalah fleksibilitas waktu belajar. Kalau dalam kelas tatap muka waktu belajar sudah ditentukan dengan jadwal pertemuan yang tetap dan ketat. Diskusi, dukungan atau coaching orang-per-orang, atau konsultasi biasanya menggunakan jam kantor yang sudah ditentukan. Tapi dalam pembelajaran daring (terutama yang menggunakan model self-paced atau belajar mandiri) memiliki skala waktu yang fleksibel menurut ketersediaan waktu peserta. Di dalam kelas daring, sebagai fasilitator kita juga bisa melakukan proses pembelajaran via email, percakapan daring, atau jadwal-jadwal kelas virtual yang disepakati.

3. Metode Pembelajaran dan Interaksi Peserta dan Fasilitator

Dalam kelas-kelas tatap muka, metode pengajaran dan pembelajaran dilakukan secara tradisional atau konvensional yang mensyaratkan semua orang hadir dalam kelas tatap muka di waktu yang bersamaan. Materi pembelajaran disampaikan dalam bentuk ceramah atau kegiatan bersama dimana peserta bisa berinteraksi secara fisik. Dalam kelas tatap muka interaksi mudah dilakukan terutama karena pengajarannya sinkron. Ada komunikasi aktif antara peserta dan fasilitator yang memungkinkan diskusi dan debat yang hidup di antara mereka. Selain itu, interaksi fisik memungkinkan peserta segera mengatasi keraguan mereka dan menerima umpan balik yang cepat.


Berbeda dengan pembelajaran daring, seluruh proses dan materi semua menggunakan model, format, dan perangkat digital. Metode penyampaiannya dilakukan dalam kelas virtual, atau direkam dalam format audio visual dan dibagikan atau disiarkan via LMS. Begitu juga dengan kegiatan-kegiatan interaktif dilakukan dengan perangkat kolaborasi daring yang diakses secara digital. Memang ada kepercayaan umum bahwa tidak ada interaksi antara peserta dan fasilitator dalam pendidikan daring. Tapi sebenarnya jika dikulik, ada banyak interaksi yang dapat dilakukan antara peserta dan fasilitator melalui platform daring. Model ini memungkinkan peserta untuk berhubungan dengan fasilitator mereka, tidak peduli waktu atau lokasi. Pembelajaran daring juga sangat memungkinkan adanya komunikasi dua-arah atau multi-arah yang secara signifikan mempengaruhi dinamika pembelajaran. Interaksi fasilitator-peserta didik di kelas daring dimungkinkan baik secara sinkron dan asinkron.


4. Jenis Pendekatan atau Model Pembelajaran

Kelas Tatap muka biasanya dirancang dengan pendekatan instructional design dan menggunakan pendekatan pembelajaran sinkron untuk waktu belajar yang panjang dalam format perkuliahan atau pelatihan intensif. Guru, dosen, fasilitator, atau instruktur yang berperan besar untuk melakukan atau menyajikan pengajaran. Meskipun demikian, ada "pekerjaan rumah" yang bersifat asinkron sebagai pelengkap kelas sinkron tatap muka.


Dalam kelas daring menekankan pada model pembelajaran yang difasilitasi dan memberikan porsi yang lebih tinggi pada model belajar mandiri (asinkron). Tugas fasilitator adalah untuk mendorong proses pembelajaran baik dalam kelas virtual sinkron ataupun belajar mandiri asinkron. Peserta tidak harus menunggu "perintah" atau instruksi fasilitator untuk belajar dan mengembangkan pengetahuannya. Kalaupun ada kelas sinkron waktunya sangat terbatas.


5. Sumber-sumber Belajar

Pembelajaran tatap muka umumnya menggunakan materi dalam format fisik (buku, lembar kertas, handout, kartu, poster, dan sebagainya). Peserta harus membeli buku, mencetak atau memfotokopi materi satu persatu. Dengan semakin berkembangnya teknologi, materi-materi dalam kelas tatap muka juga bisa dipadukan dengan format elektronik dan digital, namun proses pengajarannya tetap konvensional.


Berbeda dengan di kelas daring dimana seluruh materi diproduksi secara digital (paperless), dalam bentuk teks, gambar, peta, rekaman audio-visual, aplikasi software, dan sebagainya. Materi-materi tersebut tidak perlu diperbanyak, tapi cukup direlease atau dipublikasikan dalam LMS dan peserta bisa mengaksesnya dengan mengunduh materi tersebut secara digital.


6. Biaya dan Durasi belajar

Karena kelas tatap muka mensyaratkan pertemuan langsung, maka membutuhkan biaya untuk perjalanan para peserta ke tempat belajar. Selain biaya-biaya untuk proses dan materi belajar lainnya. Biaya kelas daring lebih banyak dihabiskan untuk koneksi internet, membangun LMS, dan memproduksi konten.


Di kelas tatap muka, waktu yang dihabiskan untuk proses belajar dan perjalanan pun biasanya lebih lama. Berbeda dengan kelas daring dimana peserta bisa hadir dimana saja dan tidak membutuhkan perjalanan. Karenanya waktu perjalanan tidak lagi perlu dihitung. Begitu juga dengan durasi pembelajaran daring, umumnya kelas virtual tidak menghabiskan waktu panjang, sementara pembelajaran asinkron bersifat fleksibel berdasarkan ketersediaan waktu peserta.


7. Kecepatan belajar (Pace of Learning)

Dalam kelas-kelas tatap muka, umumnya guru atau fasilitator yang menentukan kecepatan belajar. Karena ada jadwal yang tetap yang harus diikuti berdasarkan kalender pengajaran atau kalender akademik. Jika peserta tidak hadir maka kesulitan mengejar ketertinggalan mereka, kecuali menggunakan bahan bacaan atau penugasan.


Dalam kelas-kelas daring kecepatan belajar lebih banyak ditentukan oleh peserta belajar. Meskipun ada jadwal yang harus diikuti, namun dengan adanya pembelajaran asinkron maka peserta dapat mengejar materi lebih cepat. Jika ada yang terlambat mereka bisa mengejar ketertinggalannya menggunakan rekaman digital dari kelas-kelas virtual. Dalam pengamatan saya, kelas daring membutuhkan tanggung jawab dan kemauan belajar mandiri yang lebih kuat dari peserta ketimbang kelas tatap muka karena peserta harus mampu mengurus kebutuhan belajarnya sendiri tanpa disuapi atau diawasi guru atau fasilitator.


8. Infrastruktur, Koneksi dan Trouble-shooting

Kelas Tatap muka relatif sederhana dalam penyediaan sarana dan prasarana. Hanya membutuhkan ruang kelas dengan sarana pendidikan manual (papan tulis, kertas, alat tulis, dan sebagainya). Kalau pun lebih canggih bisa menggunakan LCD dan komputer untuk presentasi. Kelas tatap muka jarang terancam oleh masalah teknis. Kalaupun ada kendala, dapat segera diatasi karena semua orang berada di kelas secara fisik.


Berbeda dengan kelas daring yang banyak ditantang oleh masalah teknis. Meskipun tidak butuh bangunan fisik khusus, akses ke peralatan elektronik seperti laptop/komputer atau ponsel cerdas (smartphone), mikrofon, headphone, serta koneksi internet yang memadai adalah persyaratan wajib untuk bisa terlibat dalam kelas online. Selain kurangnya ketersediaan infrastruktur teknis yang dapat mengganggu kelancaran pembelajaran, peserta mungkin menghadapi kesulitan teknis dalam menghadiri kuliah langsung, terlibat dalam diskusi dan kolaborasi atau mengunduh video atau catatan daring karena tidak familiar dengan perangkat. Instruktur atau fasilitator maupun peserta diharuskan untuk memahami penggunaan teknologi tersebut. Jika ada kendala maka harus ada instruktur, tim atau panitia yang mampu memberi dukungan troubleshooting.


9. Pembelajaran Praktis

Kelas tatap muka menyediakan lingkungan yang merangsang yang menggabungkan aspek pembelajaran teoretis dan praktis. Ini berkontribusi pada pengembangan kognitif dan keterampilan siswa secara keseluruhan. Misalnya praktikum olahraga, seni, dan sebagainya, membutuhkan kehadiran langsung peserta dalam kelas dan mendemonstrasikannya dalam latihan atau praktik penugasan. Pembelajaran praktis ini memungkinkan peserta mendapat pengalaman melakukan dan beradaptasi dengan tantangan dan skenario sehari-hari sehingga memperoleh pemahaman yang lebih baik.


Sedangkan model pembelajaran daring sangat cocok untuk pendidikan yang murni teoritis yang bertujuan utamanya menambah atau meningkatkan pengetahuan atau menganalisa situasi sosial yang membutuhkan dialog dan refleksi individual maupun bersama. Namun untuk model pembelajaran yang bertujuan meningkatkan keterampilan dan membutuhkan praktikum langsung maka akan sulit atau hampir tidak mungkin dipenuhi.


10. Kemampuan Bahasa dan Mengetik dengan keyboard

Kegiatan di dalam Kelas tatap muka biasanya dilakukan dengan note-taking (pencatatan secara manual), baik secara individual maupun kelompok. Selama proses pembelajaran, bahasa yang digunakan juga menggunakan bahasa setempat. Salah satu hal yang kurang diamati para pendidik untuk kelas daring adalah kecepatan peserta untuk mengetik (typing) dengan keyboard baik di komputer maupun di ponsel. Ada aplikasi-aplikasi yang tidak menyediakan fasilitas mengetik juga. Karenanya menjadi lebih sulit bagi peserta untuk bisa terlibat secara efektif kecuali mereka memiliki atau menggunakan stylus pen. Hal lain adalah kendala bahasa karena sebagian besar perangkat yang digunakan, baik LMS atau aplikasi kolaborasi daring menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa instruksinya.


コメント


bottom of page